9 Kebiasaan Buruk Pengguna Media Sosial yang Perlu Dihindari

Daftar isi [Buka]
medsos media sosial social media community sharing friends follow comment networking blog note
Di era digital seperti saat ini, kehadiran media sosial sudah barang tentu sangat penting tidak hanya untuk pertumbuhan bisnis online, tetapi juga personal branding, memperoleh pengikut, atau sekadar membagikan apapun yang kita inginkan. Sebagaimana di dunia nyata, pergaulan dan komunikasi di media sosial juga ada etika dan strategi pemasarannya, meskipun masih banyak para pengguna yag belum sepenuhnya memahai 'aturan' tersebut. Aturan-aturan ini memang tidak mengikat secara mutlak, akan tetapi perlu dipahami oleh pengguna media sosial untuk pengendalian diri supaya tidak terkesan urakan.

Posting Informasi Tanpa Cek Kebenaran

Jika ada tempat berkumpulnya informasi-informasi yang terlihat nyata padahal sebenarnya tidak, tentu itu adalah media sosial. Ada ribuan bahkan jutaan meme, infografis, artikel, foto, dan video dengan info dan data keliru yang tersebar di dalamnya, dan sialnya disebarkan dari pengguna ke pengguna lainnya.

Apabila kalian ingin berbagi suatu hal yang bermanfaat untuk teman-teman atau pengikut, sebaiknya periksa kebenaran dari informasi tersebut terlebih dahulu daripada menimbulkan kesalahpahaman dan persebaran kesalahan informasi terhadap orang lain.


Hal ini dapat jadi kebiasaan buruk yang sangat memengaruhi kebiasaan seseorang di internet.

Posting Setiap Saat

Takut ketinggalan tren populer atau bahasa kerennya FOMO (Fear of Missing Out) adalah satu dari sekian alasan para pengguna media sosial untuk senantiasa memperbarui status atau hal-hal yang berhubungan dengan tren tersebut. Tentu kita sering menjumpai pengguna media sosial bahkan memperbarui status, lokasi, atau kegiatan yang sedang dijalani secara real time. Hal yang berlebihan, apapun itu wujudnya, tentu tidak baik 'kan?

Sebagai panduan, ada sebuah studi dari Coschedule tentang waktu-waktu ideal untuk mem-posting di media sosial. Waktu ideal untuk posting di Facebook:
  • Minggu: 32% engagement paling tinggi
  • Kamis: 18% paling tinggi
  • Jumat: 18% higher engagement
  • Sabtu: 32% higher engagement
  • Jam 21:00 waktu paling ideal
  • Jam 13:00: Jumlah share terbanyak
  • Jam 15:00: Jumlah klik (like dan komen) terbanyak

Sementara untuk Twitter sebagai berikut:
  • Rabu dan Sabtu merupakan hari terbaik untuk mengetwit..
  • Waktu terbaik antara lain jam 12:00, 15:00, 17:00, and dan 18:00.

Pengguna Pinterest? Coba formula topik ini:
  • Minggu: makanan
  • Senin: kebugaran (fitness)
  • Selasa: gawai (gadget)
  • Rabu: kutipan (quotes)
  • Kamis: busana
  • Jumat: GIF
  • Sabtu: traveling

Waktu terbaik untuk posting antara lain pukul 14:00, 21:00, dan 02:00. Hindari mem-posting di Pinterest saat jam kerja.

Hari terbaik di LinkedIn adalah Selasa, Rabu, dan Kamis. Waktu terbaiknya antara pukul 7 dan 8 malam, sore, dan 5 hingga 6 malam.

Di Google+, hindari posting terlalu pagi atau terlalu larut malam. Waktu terbaiknya adalah pukul 9 hingga 11 pagi, hingga menjelang 1 siang, terutama pada Rabu.

Di Instagram, hindari terlalu pagi. Senin, Kamis, dan akhir pekan adalah hari paling ideal. Pukul 15:00 hingga 16:00 merupakan waktu yang kurang baik. Untuk memaksimalkan konten media sosial ini, sesekali rilis video pada pukul 21:00 (relaksasi) dan 08:00 (penyegaran). Secara umum, waktu paling ideal untuk Instagram adalah pukul 8 dan 9 pagi, serta 2 dan 5 siang.

Data-data di atas sebenarnya untuk cakupan wilayah Amerika Serikat, tapi secara universal dapat dipraktikkan juga di Indonesia.

Posting di Facebook biasanya tidak lebih dari 2 hingga 4 per hari, akan tetapi itu untuk sebuah halaman yang memiliki jumlah like lebih dari 10.000 dengan tingkat jangkauan yang signifikan. Untuk halaman yang baru dan sedikit like-nya, cobalah menyajikan konten 2 kali lipat dari biasanya untuk menjangkau lebih banyak pengguna.

Posting di Twitter tidak memiliki batasan tergantung tujuan utama kita. Untuk meningkatkan jangkauan, gunakan berbagai fitur seperti pencarian, mention, dan momen. Memiliki banyak follower tertarget adalah syarat mutlak untuk mencapai target tersebut.

Untuk Instagram, bukan hanya kuantitas saja, melainkan juga kualitas foto/video serta konsistensi. Cobalah bereksperimen sendiri dengan kombinasi foto dan video setiap harinya. Jangan lupa gunakan tagar (hashtag) karena fitur ini lebih efektif digunakan di Instagram dibandingkan di platform media sosial lain.

Terakhir, di Pinterest, empat hingga 10 kali posting sehari sudah cukup untuk menjangkau pengguna, namun lebih dari jauh lebih baik terutama untuk merek atau persona yang memiliki banyak konten.

Terlalu Sering Promosi Diri Sendiri

Pengguna media sosial memiliki kebutuhan masing-masing, ada yang ingin menyapa teman, mempromosikan produk, mencari barang atau jasa, atau sekadar mencari hiburan di tengah kepenatan hidup. Tiap-tiap pengguna tentu punya akun favorit yang sering dikunjungi, untuk itulah tugas digital marketer untuk menggaet mereka. Promosi diri sendiri mungkin masih wajar, akan tetapi tetaplah fokus untuk menyajikan konten yang menghibur, edukatif, dan menginformasi khalayak.

Aturan 80/20 di media sosial perlu ditanamkan: artinya hanya 20% dari konten media sosial yang isinya tentang pribadi atau personal branding, sisanya 80% jalinlah interaksi dengan followers/likers dengan konten-konten jenaka dan saling berbalas komentar.

Posting Otomatis

Fitur ini terdapat di Twitter, fungsinya untuk mengirim tweet terbaru yang berisi pesan tertentu, seperti "Jumlah follower baru saya .... Jumlah unfollow ... " atau "Ingin followers banyak seperti saya? Klik ..." serta berbagai format tweet lainnya. Posting otomatis seperti itu sangat jauh dari esensi media sosial, yang berbarti tempat untuk bersosial, saling berinteraksi. Bagaimana mungkin interaksi dengan follower bisa terjalin apabila pemilik akun sedang offline?

Kebiasaan posting otomatis lebih masuk akal apabila digunakan untuk mempromosikan tautan baru maupun lama, tentu dengan tambahan narasi supaya mudah dipahami oleh pembaca.

Gaya Bahasa Informal

Media sosial adalah sarana paling asyik untuk menjalin interaksi antar sesama pengguna, itulah alasan bahasa sebagai sarana komunikasi perlu dijaga. Sebagai profesional atau pemilik akun personal, tentu sesekali menggunakan bahasa informasl sah-sah saja, akan tetapi jangan terlalu sering. Sebagai pengelola akun perusahaan, hindari penggunaan bahasa informal kecuali untuk menjalin percakapan. Perhatikan huruf kapital, tanda baca, dan singkatan-singkatan umum supaya tidak terjadi miskomunikasi.

Beli Like, Retweet, dan Follower

Poin ini tentu sangat kontroversial. Bagaimana tidak? Kebutuhan akan jumlah follower, like, retweet, atau subscriber sangat dibutuhkan oleh seorang influencer media sosial untuk mendapatkan jangkauan yang lebih banyak, yang pada akhirnya berujung pada meningkatnya pendapatan influencer. Siapa pula yang tidak tergoda jumlah pengikut yang banyak? Bahkan ada beberapa kawan saya yang khawatir apabila follower mereka sedikit sehingga memilih jalan pintas untuk meraihnya.

Yang perlu kita pahami adalah akun-akun yang dibuat untuk mengikuti, menyukai, atau meng-RT suatu akun media sosial dibuat oleh penyedia jasa dengan mesin (istilah kerennya: bot). Bahkan pengelola Facebook tidak menyeadari bahwa 11% lebih anggotanya merupakan akun-alun palsu yang tidak lebih dari penyebar spam. Akun-akun palsu atau bot ini tidak akan menghasilkan apa-apa, kecuali keindahan statistik semu.

Silakan nilai sendiri mana yang lebih bermanfaat?
(1) 50 teman atau konsumen di media sosial yang tertarget yang benar-benar nyata;
(2) 5000 teman atau follower di media sosial tapi sama sekali tidak tertarget dan tergolong akun spam.

Tentu nomor 1 jauh lebih berharga 'kan? 😏

Tagar Berlebihan

Tagar (hashtag) dipakai di Twitter, Instagram, Facebook, dan Google+ untuk mengategorikan suatu informasi, kurasi konten, dan untuk menarik pengguna yang spesifik. Dua hingga empat tagar di Twitter dan Facebook tentu sudah terbilang cukup, sementara di Instagram kita dapat menggunakan hingga 20 tagar untuk menggaet lebih banyak orang.

Ikut-Ikutan Tren yang Tidak Relevan

Berbeda dengan Instagram, tagar di Twitter dapat kita pantau untuk mencari tahu topik tertentu yang sedang menjadi tren. Trending Topik tersebut dapat kita pantau dengan mode pengaturan "Wordlwide" atau "Indonesia". Yang perlu kita perhatikan adalah: apakah topik tersebut relevan dengan bisnis kita? Apakah kita memahami topik itu sepenuhnya? jika kita Pesan saya: jika tidak, abaikan dan tinggalkan.

Abai Terhadap Pesan dari Orang Lain

Ketika ada seseorang yang menghubungi di media sosial—baik melalui Direct Message, Inbox Message, atau Mention di kolom komentar—, ada baiknya kita segera meresponnya tanpa perlu menunda-nunda. Jangan abaikan kecuali bernada spam, kecaman, atau ancaman. Perlu dicatat bahwa 32% konsumen mengharapkan respon di bawah 30 menit, 42% lebih longgar lagi sekitar 1 jam. Hindari membalas pesan pada akhir pekan, juga pada malam hari di saat orang-orang normal sedang beristirahat.

Kesimpulan

Perhatikan setiap konten yang kita bagi di media sosial kepada pengguna aktif lainnya. Lakukan kajian mendalam terkait tautan, foto, atau video yang mendapatkan respon paling tinggi. Hindari membagikan konten yang belum valid kebenarannya. Alih-alih mem-posting konten yang kurang berkualitas, jual-beli followers, atau tagar berlebihan, sebaiknya kita menyediakan konten berkualitas yang dengan sendirinya akan viral. Tujuan kita di media sosial tidak akan tercapai tanpa keberadaan audience, maka jangan abaikan saat mereka bertanya, berkonsultasi, atau sekadar menyapa.

Apa kebiasaan di media sosial yang menurut kalian sangat mengganggu? Bagikan di kolom komentar ya!


* * *

Foto: Adobe Stock