5 Hal yang Saya Pelajari Selama 10 Tahun Aktif di Komunitas Rubik

Daftar isi [Buka]
teman-teman komunitas rubik dari Malaysia dan Thailand

Sepuluh tahun bukanlah waktu yang sebentar bagi sebagian orang, apalagi jika ia dihabiskan dengan cara melakukan kegiatan yang sama atau berkumpul dengan orang yang itu-itu saja.

Sejak saya mempelajari cara menyelesaikan rubik dari tahun 2009, saya memutuskan untuk bergabung dengan Komunitas Rubik Jakarta (dulu disebut Jakarta Rubik's Cube Club) setahun kemudian dan berpartisipasi di kompetisi pertama saya yaitu Jakarta Ceria Open 2010.

Tiada yang menyangka—bahkan saya sendiri pun tidak—bahwa hobi ini terus-menerus saya geluti hingga satu dasawarsa lebih. Untuk itu, saya hendak berbagi pelajaran berharga yang saya dapatkan dari komunitas 'kecil' ini.

1. Pendidikan dan keluarga jauh lebih penting daripada hobi

Periode antara tahun 2012-2015 adalah masa ketika saya mulai mengurangi aktivitas speedcubing meskipun masih sering bermain rubik di rumah. Pada saat itu, saya tidak pernah mengikuti kumpul bersama komunitas apalagi berkompetisi di perlombaan resmi/nonresmi.

Keputusan yang saya ambil sangat jelas: saya harus fokus belajar dan lebih banyak menghabiskan waktu bersama keluarga.

Dua semester akhir di SMA saya habiskan dengan berorganisasi di sekolah dan belajar di rumah.

Keputusan saya tentu bisa berbeda jika orang lain yang mengalaminya. Saya kenal beberapa teman di komunitas rubik yang masih aktif bahkan ketika mereka bersiap masuk ke sekolah impian atau ke universitas di luar negeri.

2. Terkadang berhobi butuh rehat sejenak

Seperti halnya aktivitas lain, menggeluti hobi kadang menimbulkan rasa bosan atau suntuk. Pikiran yang terus-menerus melakukan hal repetitif akhirnya lelah dan mulai mencari ketertarikan lain.

Saya sadar bahwa hobi yang baik tidak boleh berdampak buruk terhadap fisik maupun psikis, sebaliknya ia seharusnya membawa pengaruh positif.

Mengambil waktu untuk rehat sejenak adalah pilihan tepat ketika kamu bosan dengan hobi tertentu, apapun bidangnya.

3. Berkomunitas berarti bersosialisasi dan bersolidaritas

Keinginan untuk bertemu lebih banyak orang dengan hobi atau minat yang sama akan membentuk komunitas, komunitas akan membentuk keragaman sosial, yang pada akhirnya membentuk solidaritas.

Contoh solidaritas yang pernah saya dan kawan-kawan di komunitas rubik alami ialah ketika ada panitia di suatu kota di Indonesia yang merasa kewalahan dalam mengadakan kompetisi, kami secara sukarela (bahkan terkadang tanpa dibayar) menawarkan bantuan.

Ketika ada kawan yang tertimpa musibah, kami membantunya. Ketika ada kawan yang berpartisipasi di suatu program acara pencarian bakat, kami mendukungnya. Ketika ada kawan yang meninggal dunia, kami berbelasungkawa dan melayat jika memungkinkan.

4. Peluang kerja sama senantiasa terbuka selama membuka diri

Tidak dapat dipungkiri bahwa pada umumnya perusahaan selalu mencari komunitas, organisasi, atau perkumpulan yang aktif di bidang tertentu.

Tidak terhitung berapa banyak tawaran yang datang untuk diwawancara, diundang ke program acara, diminta tampil menghibur penonton, bahkan menjalin kerja sama sponsor.

Selama kita membuka diri, cakap berkomunikasi, dan tetap rendah hati, tentu berbagai tawaran akan datang dengan sendirinya.

5. Menjadi yang tercepat bukanlah tujuan saya berkomunitas

Tujuan setiap orang bergabung di komunitas rubik tentu berbeda-beda: ada yang ingin sekadar menambah teman atau relasi; meningkatkan kepercayaan diri, melatih kecepatan dan ketepatan solving; dan/atau, mencari pasangan sehobi.

Pada awalnya, saya memang cukup ambisius untuk meraih beberapa rekor nasional. Namun, seiring makin ketatnya kompetisi dan bertambahnya kesibukan, saya mengesampingkan impian itu.

Sampai akhirnya, saya menjadikan komunitas rubik sebagai wadah memperkaya diri dengan memperluas relasi dan melatih komunikasi.